Yai Mim Dilarang Salat di Mushola Kampung, Ini Kronologi Pengusiran Mantan Dosen UIN dengan 25 Tanda Tangan Warga

Konflik antara Yai Mim dengan tetangganya Nurul Sahara dan suaminya, Sofwan, terus bergulir.

Gosip

30 September 2025 | 12:10 WIB
Yai Mim Dilarang Salat di Mushola Kampung, Ini Kronologi Pengusiran Mantan Dosen UIN dengan 25 Tanda Tangan Warga
Yai Mim di podcast Denny Sumargo

Konflik antara Yai Mim, mantan dosen UIN Malang, dengan tetangganya Nurul Sahara dan suaminya, Sofwan, pemilik rental mobil Sahara, terus bergulir.

rb-1

Dalam podcast bersama Denny Sumargo, Yai Mim dan istrinya, Rosida atau yang akrab dipanggil Ines, menceritakan bagaimana cekcok yang terjadi berujung pada pengusiran mereka dari rumah sendiri.

Awalnya, Yai Mim menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berniat memperpanjang masalah.

Baca Juga: Siap Serang Balik! Nurul Sahara, Sofwan dan Agil Terpantau Sudah Syuting di Podcast Denny Sumargo

rb-2

“Saya itu sudah punya lawyer, karena Mbak Sahara melaporkan saya. Tapi sejak awal saya menyatakan dalam konferensi pers, saya memaafkan apapun yang terjadi. Karena saya dosen tasawuf, harus berakhlak ilahiyah, selalu kasih kepada siapa saja tanpa membeda,” ujarnya.

Sementara itu, Ines menambahkan bahwa persoalan semakin runyam ketika mereka dipertanyakan soal administrasi kependudukan oleh Ketua RT setempat.

“Setelah ada cekcok, Pak RW datang lalu bilang, ‘Anda penduduk mana? KTP mana?’ Karena KTP saya masih ikut orang tua di kelurahan lain, akhirnya dibilang salah fatal dan disuruh segera pindah KTP,” jelasnya.

Baca Juga: Yai Mim Eks Dosen UIN Malang Akui Pindah ke Kos demi Redam Konflik, Tetap Pulang untuk Kucing

Pasutri Yai Mim dan Rosida di podcast Denny SumargoPasutri Yai Mim dan Rosida di podcast Denny Sumargo

Namun, ketika keluarga Yai Mim berusaha mengurus perpindahan administrasi, mereka justru merasa disudutkan. Yai Mim menceritakan pengalamannya saat menghadap Ketua RT setempat.

"Intinya mau minta tanda tangan. Minta tanda tangan Pak RT. Asalamualaikum Pak. Ini saya minta tanda tangan. Pak RT sudah marah. Ekspresinya ekspresi tangannya gemetar enggak nyaman. Saya minta tanda tangan apa ‘tandangan apa ini?’ Ini saya mau pindah. Begini, begini Pak Kiai Imin. 'Anda ini ditolak jadi warga sini'. Loh, kenapa, Pak, ditolak? Saya tidak mau tanda tangan itu. Ya, kalau enggak mau tanda tangan, tulis saja. Saya tidak mau tanda tangan karena apa gitu loh, Pak. Karena di sini ditulisnya RT kan. Enggak mungkin saya minta tanda tangan lurah. Ditulisnya RT untuk ngambil KTP," ujar Yai Mim.

Menurutnya, kemudian ada rapat warga yang menghasilkan surat penolakan dengan 25 tanda tangan.

"Anda ditolak oleh warga sini?” jawab Ketua RT.

Menurutnya, penjelasan yang diberikan cukup mengejutkan.

“Bukan saya yang nolak, Pak. Pak Nur Hidayat bilang bukan Pak RT yang ya, tapi seluruh warga buktinya ada,” begitu jawaban yang ia dengar.

Rosida di podcast Denny SumargoRosida di podcast Denny Sumargo

Yai Mim menuturkan bahwa kemudian muncullah dokumen yang berisi tanda tangan warga.

“Seterusnya surat-suratnya ada yang tanda tangan ada tak ambilkan, sekarang monggo diambilkan,” katanya menirukan ucapan yang ia terima.

Dokumen itu, lanjutnya, berisi keputusan bahwa ia bersama keluarganya harus angkat kaki dari lingkungan tersebut.

“Ini suratnya Anda ditolak diusir dari kampung sini baik,” begitu bunyi yang ia bacakan.

Meski merasa keberatan, Yai Mim tetap berusaha legawa.

“Pak, tidak apa-apa tak saya ditolak diusir kalau itu kesepakatan warga,” ujarnya.

Namun, ia menekankan bahwa proses pengusiran ini bukan murni suara masyarakat, melainkan dipicu oleh pihak-pihak tertentu.

“Atas kreatif atau inisiatif dari Bapak RT. Bukannya Pak RT, tapi Pak RW juga,” jelasnya.

Yai Mim menyebut, inisiatif itu bahkan diakui oleh beberapa tokoh setempat.

Oke, Pak RW juga tanda tangan. Jadi yang punya inisiatif untuk mengumpulkan warga adalah Pak RT dan Pak RW serta ketua takmir yaitu Pak Nur Hidayat. Itu diakui dan Mbak Suhara serta suaminya,” bebernya.

Akhirnya, tercatat puluhan warga ikut membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut.

“Ada berapa warga yang tanda tangan? Yang tanda tangan 25. 25 dan semuanya ada di situ tanda tangan,” tegasnya.

Situasi semakin panas ketika Yai Mim mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Bahkan, ia dilarang salat di mushola setempat lantaran menurut Ketua RT, Yai Mim pernah mengatakan bahwa ibadahnya di mushola setempat bersifat tidak ikhlas atau terpaksa.

“Saya dipukul oleh Pak RT, tangan saya sakit sampai kacamata jatuh. Bukan hanya itu, saya juga dilarang salat di masjid kampung karena dianggap ibadah saya terpaksa,” tuturnya.

Meski begitu, mereka tetap berusaha tenang. Ines mengungkapkan, demi keamanan, mobil milik mereka sering diparkir di kafe, dan bahkan beberapa kali mereka memilih menginap di luar rumah.

“Kami sudah jarang di rumah karena merasa tidak aman. Malam hari lebih sering tidur di kafe,” katanya.

Konflik ini membuat keluarga Yai Mim sementara waktu meninggalkan rumah, meski siang hari mereka masih sesekali datang untuk membersihkan.

“Kami tidak pernah ingin ribut, tapi kenyataannya kami diusir dari tempat tinggal sendiri,” pungkas Yai Mim.

Tag yai mim nurul sahara

Terkait

Terkini