Edi Sound, Dalang di Balik Teror 130 Desibel Sound Horeg!
Music

Dari lorong-lorong kampung sampai layar TikTok, Indonesia akhirnya punya "penemu" baru yang tak kalah ikonik dari para ilmuwan dunia. Namanya Edi Sound—sosok sederhana yang sukses menciptakan alat pemecah keheningan nasional: sound horeg. Sebuah teknologi yang tidak membawa pencerahan seperti lampu Edison, tapi justru membawa getaran... bukan di hati, tapi di dinding rumah tetangga.
Kalau Edison menerangi dunia, maka Edi—yang dijuluki netizen sebagai Thomas Alva Edisound—menerangi gang sempit dengan cahaya LED kelap-kelip dan suara bass 130 desibel. Dunia tak jadi lebih damai, tapi jadi lebih berisik.
Dari Kabel Kusut ke Takhta Digital
Edi Sound penemu Sound Horeg dijuluki Thomas Alva Edison. [X]
Edi Sound tak perlu gelar teknik atau laboratorium canggih. Cukup bermodalkan mixer setara harga motor bebek dan lilitan kabel tak berujung, ia menjelma jadi legenda lokal. Netizen pun kompak menobatkannya sebagai tokoh nasional—tentu versi meme. Di negeri +62, di mana absurditas dianggap seni, Edi Sound adalah lambang kejayaan rakyat jelata.
Baca Juga: Meski Dapat Julukan Thomas Alva Edi Sound, Pria ini Bantah Penemu Sound Horeg!
Nama dan wajahnya kini wara-wiri di TikTok, X, Facebook, hingga Instagram. Warganet seolah satu suara: Edi bukan sekadar tukang sound. Dia adalah ikon, pahlawan, sekaligus simbol perlawanan terhadap keheningan.
Di dunia maya, Edi beroperasi lewat akun TikTok bernama SAMmemed—singkatan dari "Mas Memed", nama yang akrab tapi efeknya luar biasa. Dari akun ini lahir konten-konten audio yang mampu mengacak-acak ketenangan mulai dari warung kopi sampai pesta sunatan.
Kalau jantungmu tiba-tiba berdebar kencang, burung beterbangan panik, dan air di gelas ikut bergoyang, kemungkinan besar Edi Sound sedang manggung di radius 1 km dari lokasi kamu berdiri.
Baca Juga: Biodata Edi Sound Pencetus Sound Horeg, Biang Kerok Rusak Gendang Telinga
Dengan volume tembus 130 dB, sound horeg masuk kategori senjata audio. Buat yang belum bisa membayangkan, ini setara suara mesin jet atau petasan yang dinyalakan dalam kamar kos. Bukan sekadar hiburan, tapi pernyataan.
Dampak dentuman ini bukan isapan jempol. Telinga bisa mengalami gangguan permanen. Tinnitus—denging konstan di telinga—menjadi kenangan abadi. Dada bergetar bukan karena cinta, tapi karena tekanan bass 18 inch yang bikin fondasi rumah sebelah ikut meringis.
Ilustrasi Sound Horeg. [Instagram]
Dan jangan lupakan makhluk tak bersuara. Kucing jadi trauma, anjing menggonggong bingung, burung migran tersesat arah, bahkan tikus pun memilih pindah lingkungan. Satu-satunya makhluk yang tampaknya tahan hanyalah para pengantin baru yang sedang euforia.
Di tengah hingar-bingar sound horeg, masyarakat harus merelakan hak dasar mereka: tidur nyenyak. Para bayi terbangun, pekerja malam merintih, lansia gelisah. Karena di negeri ini, hajatan adalah segalanya. Mau itu ulang tahun, sunatan, atau syukuran kelulusan SD—asal ada sound horeg, maka sah-lah pestanya.
Setiap kali Edi mengutak-atik mixernya, ia tampak seperti ilmuwan gila tengah merakit mesin waktu. Tapi alih-alih menjelajah masa depan, yang dia buat justru ledakan suara selevel roket Saturn V versi hajatan RW.
Ia khusyuk, serius, dan penuh semangat. Di dunia sound horeg, Edi adalah pendeta besar dalam ritual audio berisik yang disakralkan tiap akhir pekan.
Mengapa sound horeg tetap digandrungi meski dampaknya mengganggu? Jawabannya satu: gengsi. Karena tanpa suara menggelegar, pesta terasa kurang sah. Tak peduli tamu harus teriak-teriak untuk ngobrol. Yang penting rumah tetangga goyang, dan tirai ikut melambai.
Sayangnya, aturan tentang kebisingan hanya jadi pajangan. Surat edaran dan peraturan tinggal di papan RT, kalah oleh semangat Edi dan kawannya. Aduan warga pun lebih sering nyangkut di grup WA keluarga, lalu ditanggapi dengan stiker “sabar ya”.
Tak ada sanksi, tak ada kontrol. Yang ada hanya doa dan harapan: semoga akhir pekan ini Edi Sound tidak sedang punya jadwal manggung di blok sebelah rumah.