Kronologi Lengkap Meninggalnya Papa Jerome Polin, Gumpalan Darah Jadi Penyebab
Duka masih menyelimuti keluarga YouTuber dan edukator ternama, Jerome Polin, setelah meninggalnya sang ayah, Marojahan Sijabat. Kronologi lengkap kepergian almarhum diungkapkan secara detail oleh sang istri, Chrissie Rahmeinsa, dalam Ibadah Penghiburan 2 di Rumah Duka Grand Heaven Surabaya, Sabtu (1/11/2025).
Berdasarkan penuturan Chrissie, berikut adalah urutan kronologi meninggalnya Marojahan Sintong Sijabat.
Awal Mulanya Alami Sakit Perut saat Pelayanan di Batu, Malang
Baca Juga: Kesaksian Kakak Jerome Polin Sebelum Ayah Meninggal: Terlihat Berbicara dengan Seseorang
Kisah ini bermula pada hari Senin, di mana Marojahan dan Chrissie sedang menjalankan pelayanan di Batu, Malang. Mereka melayani retret untuk SMA Petra. Pelayanan berlanjut hingga hari Rabu, sehingga pada hari Selasa mereka memutuskan untuk tetap tinggal di Batu.
Pada hari Selasa malam, sekitar pukul 19.00, kondisi Marojahan mulai terganggu.
Baca Juga: Papa Jerome Polin Sakit Apa? Ternyata Ini Penyebab Sakit Marojahan Sijabat
"Tiba-tiba dia merasakan perutnya seperti melilit tapi melilitnya gak hilang-hilang dan terasa makin sakit gitu terus seperti orang mau ke belakang tapi juga nggak bisa," ujar Chrissie.
Rasa sakit itu semakin menjadi. Chrissie yang panik segera menyadari bahwa ini bukan sakit perut biasa. Ia pun memutuskan untuk membawa suaminya ke rumah sakit. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan bahwa Marojahan masih harus melayani retret keesokan harinya.
Penanganan Awal di IGD Batu
Ibadah Penghiburan Papa Jerome Polin Marojahan Sijabat. [YouTube]
Mereka pun mencari rumah sakit terdekat dan tiba di IGD sebuah rumah sakit di Kota Batu. Sayangnya, fasilitas di rumah sakit tersebut terbatas.
"Karena disana peralatan juga gak lengkap jadi gak terlalu diketahui dengan pasti itu penyebabnya apa, hanya dironsen dan dikasih obat anti nyeri," jelas Chrissie.
Setelah dirontgen, mereka hanya diminta menunggu kunjungan dokter pada keesokan paginya. Chrissie menggambarkan situasi IGD yang membuatnya panik karena merasa tidak ada dokter yang bisa memberikan kepastian.
Keputusan Pindah ke Surabaya
Keesokan paginya, pada hari Rabu, dokter yang melakukan visit hanya bisa memperkirakan bahwa kemungkinan ada sumbatan di usus Marojahan. Namun, tanpa adanya CT Scan, penyebab pastinya tidak bisa diketahui. Dokter menyatakan bahwa jika dilakukan operasi, risikonya besar karena harus membuka seluruh perut.
Menyadari keterbatasan fasilitas, Chrissie dan Marojahan memutuskan untuk pindah ke Surabaya dengan menggunakan ambulans menuju National Hospital. Mereka tiba di sana sekitar pukul 17.00 sore.
Diagnosis dan Persiapan Operasi
Setelah dilakukan pemeriksaan di Surabaya, penyebab sakitnya akhirnya terungkap.
"Dan diketahui kalau sumbatannya itu ternyata tersumbat oleh seperti gumpalan darah yang bentuknya gel, jadi istilah kedokterannya itu clot namanya," papar Chrissie.
Gumpalan darah (clot) itulah yang menyumbat ususnya. Dokter pun memutuskan untuk melakukan operasi pada keesokan harinya, yaitu hari Kamis. Sepanjang waktu menunggu, Marojahan terus mengerang kesakitan dan hanya dibantu dengan obat pereda nyeri.
Menjelang operasi, sekitar pukul 21.00-22.00 malam, Marojahan dipindahkan ke ruang ICU untuk dimonitor dan menjalani pemeriksaan pra-operasi, seperti pemeriksaan jantung dan paru-paru. Cairan pengencer darah juga mulai dimasukkan untuk mempermudah operasi.
Kondisi Kritis dan Perpisahan
Ibadah Penghiburan Papa Jerome Polin Marojahan Sijabat. [YouTube]
Saat Marojahan sudah di ICU, Chrissie dan anak mereka, Jehian, sempat berbicara dengannya. Ketika diberitahu bahwa dokter jantung akan datang, mereka memutuskan untuk pulang sejenak ke rumah untuk mengambil pakaian ganti karena pakaian Marojahan basah terkena muntah.
Namun, baru sampai di depan pintu rumah, telepon dari perawat datang.
"Tiba-tiba Jehian ditelepon oleh perawat, tolong balik lagi ke rumah sakit, Papa kritis."
Mereka berdua langsung panik dan kembali ke rumah sakit sambil menangis. Saat tiba di ICU, pemandangan mengharukan sudah menanti. Marojahan dikelilingi tim medis yang berusaha membantunya dengan berbagai alat bantu pernafasan. Kejadian itu berlangsung sekitar pukul 02.00 dini hari.
Pada pukul 03.00 pagi, mereka melakukan video call dengan Jerome yang sedang di Jakarta. Jerome, yang seharusnya ada acara di UGM, langsung membatalkan kegiatannya dan berusaha mengambil penerbangan pagi-pagi sekali ke Surabaya. Selama dua jam menunggu, Jerome terus berbicara dengan papanya melalui telepon.
Jerome tiba di Surabaya pukul 08.00 pagi, namun kondisi Marojahan tidak kunjung membaik. Segala obat optimal yang diberikan tidak berhasil menstabilkan tekanan darahnya.
Melepas dengan Ikhlas
Sekitar pukul 14.00 siang, terjadi pergantian obat. Chrissie memahami bahwa ini pertanda bahwa suaminya akan segera meninggal. Saat itu, ia masih belum rela.
"Saya masih bisikan kalimat-kalimat untuk supaya Bapak bangun, Bapak sembuh, Bapak kami masih butuh Bapak."
Melihat penderitaan sang ayah, Jehian kemudian membujuk ibunya.
"Mama harus relain Papa. Kalau Mama terus-terusan bilang seperti itu, Papa seperti mau bertahan. Lihat Ma, Jantung Papa terus-terusan ada tapi nggak bisa kepompak ke paru-paru. Papa menderita, Ma. Ayo, Ma, relain."
Akhirnya, dengan berat hati, Chrissie mengucapkan kata-kata perpisahan di telinga suaminya.
"Gak apa-apa kalau papa mau pulang duluan, ada Tuhan menjagaku, ada anak-anak akan menjagaku. Aku mencintai Papa, engkau akan selalu di hatiku, nggak akan ada yang bisa menggantikan."
Setelah kalimat perpisahan itu diucapkan, Chrissie, Jehian, dan Jerome menyaksikan semua angka di monitor tanda vital Marojahan perlahan-lahan menurun, hingga akhirnya ia dinyatakan meninggal dunia pada hari Kamis (30/10/2025)
Penyebab Kritis yang Terungkap
Chrissie menjelaskan bahwa kondisi kritis yang dialami Marojahan terjadi karena gumpalan darah (clot) yang sama ternyata juga menyumbat pembuluh darah menuju paru-paru.
"Sehingga paru-parunya tidak bisa mendapatkan oksigen karena jalannya ya jalan ke paru-parunya tersumbat. Itulah yang membuat seluruh kondisi jadi kritis."
Ungkapan Hati Seorang Istri
Di akhir sharingnya, Chrissie menyampaikan betapa berat kehilangan yang ia rasakan. Ia mengaku tidak tahu apa artinya "harus kuat" yang sering diucapkan banyak orang. Baginya, yang ia tahu hanyalah ia ingin menangis, dan tidak tahu sampai kapan.
Namun, di tengah duka yang mendalam, imannya menjadi penopang.
"Tuhan bersama saya, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan saya. Suami saya sudah selesai tugasnya, aku belum dan aku masih harus menjalani tugas yang Tuhan berikan dalam hidupku."
Dengan penuh ketegaran, Chrissie bertekad untuk berusaha bangkit demi ketiga putranya yang masih bersamanya.